KezalinNews.web.id – Bogor,Jawa Barat – Dugaan tindakan pemerasan kembali mencoreng nama baik institusi pemasyarakatan. Seorang oknum petugas Lapas Kelas IIA Khusus Gunung Sindur, berinisial Ar, bersama seorang tamping (narapidana pembantu petugas) berinisial Al, diduga memeras keluarga seorang Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berinisial RPD bin LP dengan meminta uang sebesar Rp225 juta agar RPD dapat keluar dari sel isolasi (Selti).

Menurut pengakuan keluarga, pembayaran dilakukan secara bertahap melalui transfer bank, salah satunya senilai Rp50 juta pada tanggal 1 September 2025.
Namun, setelah uang diserahkan, RPD tak kunjung dikeluarkan dari sel tersebut sebagaimana dijanjikan oleh oknum petugas.
Keluarga korban telah melaporkan dugaan tindak pemerasan ini ke Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku.
Ironisnya, setelah kasus ini mencuat, oknum petugas yang bersangkutan justru meminta agar permasalahan diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.
Kalapas Kelas IIA Khusus Gunung Sindur, Wahyu Indarto, saat dikonfirmasi media menyatakan akan segera menindaklanjuti laporan tersebut.
“Saya sedang dalam perjalanan ke Lapas Garut. Nanti saya cek lagi perkembangan kasusnya seperti apa,” ujarnya melalui pesan singkat, Jumat (7/11/2025).
Keluarga berharap uang yang telah diserahkan dapat dikembalikan, dan agar RPD segera dikeluarkan dari Selti mengingat hukumannya tidak tergolong berat serta diperkirakan bebas pada tahun 2027.
Mereka menilai, permintaan uang sebesar itu sangat tidak manusiawi dan mencederai keadilan.
Tindakan yang dilakukan oleh oknum petugas tersebut diduga kuat melanggar hukum dan aturan kepegawaian negara, antara lain:
1. Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
→ Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman untuk memberikan sesuatu, diancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.
2. Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji karena melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dapat dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Oknum petugas tersebut dapat dijatuhi hukuman disiplin berat, seperti pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) karena mencoreng integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga pemasyarakatan.
Praktik pemerasan seperti ini tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga menghancurkan citra dan tujuan utama lembaga pemasyarakatan sebagai tempat pembinaan moral dan perilaku warga binaan.
Kementerian Hukum dan HAM bersama Dirjen Pemasyarakatan diharapkan segera menindak tegas oknum yang terlibat serta melakukan pengawasan lebih ketat agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi.
Bila terbukti bersalah, pelaku harus diproses hukum secara terbuka dan profesional.
Sebagai langkah pembinaan dan efek jera, masyarakat juga mendesak agar oknum petugas tersebut ditempatkan di Lapas Nusakambangan atau diberi sanksi internal yang setimpal sesuai ketentuan perundang-undangan.
(Redaksi)








