KeizalinNews.Com Gayo Lues : Gubernur Pemerintah Aceh telah mengeluarkan Ingub (intruksi Gubernur) nomor 3 tahun 2020, tentang moratorium penjualan getah pinus keluar daerah atau bisa dikatakan penertiban getah pinus di wilayah Aceh Tengah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara. Ternyata Ingub tersebut tidak membuat surut para tengkulak atau agen untuk membawa getah pinus keluar daerah (Medan).
Bahkan informasi yang dihimpun oleh tim media Keizalinnews.com, setiap bulannya mencapai 1000 ton getah pinus yang beredar keluar daerah alias ilegal. Dan ini sangat jelas merugikan pemerintah daerah, karena bila dilakukan tanpa melalui aturan dan perundang-undangan sudah ditentukan jelas tidak menguntungkan bagi daerah.

Para petani selalu mengeluhkan bahwa selisih harga antara perusahaan yang ada didaerah dan jika dibawa ke kota Medan selisih harga bisa mencapai Rp 3.000 atau Rp 4.000. Tetapi yang harus diketahui adalah dengan terpenuhinya kebutuhan bahan baku untuk perusahaan yang ada didalam daerah sudah tentu akan terjadi banyak dampak, adanya pemasukan pendapatan daerah dan pusat melalui kebijakan pajak yang telah ditetapkan. Kemudian terciptanya peluang lapangan pekerjaan, dan bila sebaliknya terjadi, pemerintah mengalami kerugiaan karena hasil hutan yang dikeluarkan tanpa terkontrol bahkan tanpa melakukan pembayaran pajak ataupun restribusi yang sudah ditetapkan oleh Permenhut dan Qanun daerah. Dan bila perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan produksinya sudah tentu perusahaan akan mengalami kerugian dan berdampak terhadap pemutusan lapangan pekerjaan oleh perusahaan.
Dan walaupun berulang-ulang kali ditangkap karena tidak ada efek jera membuat para agen dan tengkulak ilegal jera, karena banyak cerita miring yang akhirnya berakhir dengan damai sehingga para tengkulak dan agen semakin merajarela. Untuk itu perlu kerja keras dan kesadaran tinggi dalam penanganan ini.
Bahkan hasil diskusi dan wawancara dengan kepala KPH wilayah V dinas Lingkugan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, beliau sendiri mengatakan hal ini tidak dapat kita lakukan penertiban karena adanya oknum Pamhut dari KPH V sendiri yang bermain bahkan kepala KPH V juga mengatakan tidak terlepas kemungkinan adanya oknum aparat yang terlibat didalamnya.
Kita merasa bila ini terjadi, pemerintah Provinsi Aceh dan kabupaten sudah bisa melakukan pembicaraan yang lebih serius kepada penegak hukum agar benar-benar terlibat penuh didalam penertiban getah pinus ilegal tersebut. Kita merasa bila pemerintah serius mau menanganinya bukan sebuah hal mustahil bila apa yang diharapkan bisa tercapai dengan baik.
Adanya kerjasama pemerintah daerah dan aparat penegak hukum merupakan sebuah jalan utama yang harus ditempuh agar 1.000 ton getah pinus tidak lagi menjadi cerita barang ilegal yang mengutungkan bagi kota lain dan sebuah kerugian bagi kota penghasil. Tidak ada yang tidak mungkin bila sesuatui dilakukan dengan benar, serius dan ikhlas.
Diakhir diskusi dengan kepala KPH V, beliau sangat berharap adanya peran serta media untuk sebagai mitra dalam pengontrol akan peredaran getah pinus yang menyelonong keluar daerah dengan mudah dan banyak pula. Beliau juga menyadari akan keterbatasan personil dari KPH V sendiri juga menjadi salah satu faktor sehingga tidak terkontrol.
Dalam diskusi by phone tersebut juga disimpulkan perlu adanya pos pengontrol peredaran hasil hutan yang dibentuk yang didalamnya terdiri dari seluruh elemen, untuk memutuskan mata rantai ilegal. Elemen tersebut terdiri dari KPH wilayah V, aparat kepolisian, Dinas Perhubungan, Dinas pendapatan daerah dan instansi lain yang terkait didalamnya.
Bila ini tidak dilakukan bukan tidak mungkin dimasa akan datang para pengusaha didalam daerah banyak yang gulung tikar, pabrik menjadi besi tua dan sudah tentu daerah meradang. Bagi pejabat yang tidak bisa melakukan komitmen dan target pencapaian lebih baik digantikan saja, buat apa dipertahankan bila mejadi duri didalam tubuh.
Pos restribusi yang selama ini dinilai tidak efesien l









