Keizalinnews Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam NAD – Proyek revitalisasi Terminal Tipe B di Kabupaten Bireuen dengan nilai kontrak mencapai Rp6,4 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2025 kembali menjadi sorotan publik. Pekerjaan di lapangan diduga tidak sepenuhnya mematuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Dari pantauan media di lokasi proyek, sejumlah pekerja tampak melakukan pemasangan rangka baja tanpa mengenakan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, seperti helm, rompi keselamatan, sepatu khusus, maupun tali pengaman. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap potensi kecelakaan kerja di area proyek berskala besar tersebut.
“Seharusnya proyek sebesar ini bisa menjadi contoh dalam penerapan standar K3. Jangan sampai pekerja di lapangan jadi korban karena kelalaian pengawasan,” ujar Firman, salah seorang warga sekitar yang ditemui di lokasi, Jumat (10/10/2025).
Firman juga menyoroti bahwa proyek yang disebut berada dalam pengawasan Kejaksaan Tinggi Aceh (Kejati) dan Kejaksaan Negeri Bireuen (Kejari) seharusnya menjadi teladan dalam aspek profesionalitas dan keselamatan kerja, bukan justru menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Namun, ketika dikonfirmasi terkait dugaan pelanggaran K3, Direktur CV Tiara Jati, perusahaan pelaksana proyek yang beralamat di Jalan Medan–Banda Aceh, Gampong Cot Gapu, Kecamatan Kota Juang, Bireuen, justru bereaksi emosional.
Dalam pesan WhatsApp yang diterima media ini, ia menyampaikan pernyataan bernada keras dan tidak pantas kepada jurnalis yang mencoba meminta klarifikasi.
Dalam percakapan itu, sang direktur sempat menyinggung bahwa proyek tersebut berada di bawah pengawasan Kejati Aceh, serta mengaitkan pihak Kajari Bireuen untuk menakuti awak media yang menanyakan keterbukaan informasi.
Selain itu, salah satu rekanan proyek, Mutia, juga sempat menyinggung soal adanya oknum wartawan yang meminta sumbangan kepada pihak pelaksana proyek untuk kegiatan olahraga.
Kondisi tersebut menunjukkan adanya ketegangan antara pihak kontraktor dan awak media, yang seharusnya tidak terjadi bila setiap pihak menghormati tugas dan fungsi masing-masing sesuai dengan koridor hukum dan etika.
Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, setiap pemberi kerja wajib menyediakan perlindungan serta perlengkapan keselamatan bagi para pekerjanya. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana.
Proyek revitalisasi Terminal Tipe B Bireuen diharapkan menjadi sarana transportasi yang representatif bagi masyarakat. Namun, berbagai dugaan mengenai lemahnya pengawasan dan minimnya penerapan K3 membuat proyek ini dinilai “asal jadi” dan jauh dari harapan publik.
“Setiap kegiatan pembangunan, baik skala kecil maupun besar, wajib memenuhi standar keselamatan kerja. Ini bukan sekadar formalitas, tapi menyangkut keselamatan manusia,” tegas Firman menutup keterangannya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pelaksana proyek maupun instansi terkait belum memberikan penjelasan resmi terkait dugaan pelanggaran standar keselamatan di lapangan.(*)