KeizalinNews.Web.Id | Jayapura – Balai Pengelolaan Hutan Lestari Wilayah XVII Jayapura sukses menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Teknis Pengelolaan Hutan Lestari Tahun 2025.
Mengusung tema “Sinergi dan Kolaborasi Pengelolaan Hutan Produksi dan Hutan Lindung Menuju Masyarakat Sejahtera dan Hutan Lestari,” acara ini menjadi momentum penting bagi para pemangku kepentingan di sektor kehutanan.
Rakor yang dilaksanakan di sebuah hotel di Abepura, Kota Jayapura, Papua, menjadi ajang koordinasi pertama yang melibatkan seluruh dinas kehutanan dari Provinsi Papua, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan.
Kepala Balai Pengelolaan Hutan Lestari Wilayah XVII Jayapura, Syafruddin Jen, menyampaikan apresiasinya atas kehadiran para kepala dinas yang turut berpartisipasi aktif dengan memaparkan kondisi dan tantangan di wilayah masing-masing.
“Kami bersyukur karena para kepala dinas hadir langsung dan memaparkan kondisi wilayah mereka masing-masing. Ini menjadi kesempatan berharga untuk membangun sinergi yang lebih kuat,” ujar Syafruddin pada Kamis, 12/6/2025.
Lebih lanjut, Syafruddin menegaskan bahwa hasil dari Rakor ini akan dirumuskan sebagai rekomendasi strategis guna memperkuat koordinasi dan kebijakan di bidang kehutanan.
Ia berharap, kesepakatan yang tercapai dalam forum ini dapat menjadi pedoman bagi pembangunan hutan produksi dan hutan lindung di Papua.
Menurutnya, Rakor ini juga menjadi langkah awal dalam menyelaraskan program kehutanan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2025-2029 serta visi dan misi kepala daerah terpilih di Papua.
“Kami akan mengintegrasikan program ini dengan visi misi gubernur yang baru, sehingga kebijakan kehutanan dapat selaras dengan arah pembangunan nasional yang ditetapkan presiden,” jelas Syafruddin
Di samping itu, ia menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan di Papua. Menurutnya, hutan produksi dan hutan lindung di Papua tidak dapat dipisahkan dari peran masyarakat adat.
“Ke depan, kita harus memastikan bahwa masyarakat adat memiliki akses dan peluang dalam pengelolaan hutan, baik melalui korporasi maupun perhutanan sosial.
Hal ini sangat krusial mengingat keberadaan wilayah adat yang harus diberdayakan secara berkelanjutan,” pungkasnya. (Calvin)