KeizalinNews.Com | Kabupaten Muna Barat – Sekelompok Mahasiswa yang mengatas namakan Forum Pemerhati Hukum Sulawesi Tenggara ( FPH-SULTRA ) menggelar aksi demonstrasi didepan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) terkait proses lelang proses lelang tender proyek di Kabupaten Muna Barat yang diduga tidak sesuai aturan. Selasa(15/03/22)
Dalam orasinya, FPH-SULTRA menyampaikan bahwa banyaknya kejahatan kekuasaan yang di lakukan khusunya di Kabupaten Muna barat yang juga sehingga ketimpangan yang kian terus terjadi belum juga terselesaikan dengan baik, khususnya proses lelang tender proyek.
Saat di temui, Akbar Merdeka selaku kordinator lapangan mengatakan bahwa dinamika tender proyek di Kab. Muna Barat terkesan banyak menyimpan misteri. Pasalnya, tidak ada server lelang oleh LPSE yang disediakan namun ada perusahaan yang memenangkan sejumlah pekerjaan dengan paket yang begitu besar.
“Berdasarkan data yang kami himpun bahwa LPSE Muna Barat sejak bulan mei 2020 hingga dengan saat ini tidak aktif. Artinya, server itu tidak dapat di akses tapi banyak kontrak yang dicetak dan dilaksanakan melalui proses lelang yang itu tidak sesuai prosedur yang saya anggap bersifat seperti siluman. Semantar LPSE Kabupaten lain itu sangat mudah diakses sehingga ada bukti keabsahaannya”. Ucap Sapaan Akbar itu.
“Juga hasil investigasi yang kami lakukan bahwa kantor LPSE Muna barat tidak berpenghuni, hari – hari kami cek kosong.
Di dalam kantor juga tidak terdapat server LPSE sehingga kami mensinyalir bahwa proses lelang proyek melalui LPSE di Kabupaten Muna Barat perlu di pertanyakan.
Faktanya, ada 2 perusahaan milik Pokja di tahun 2020 yang diduga menang tender secara fiktif atau tidak sesuai prosedur dan tidak pernah ikut pembuktian kualifikasi di kantor ULP Muna Barat.” Lanjut Akbar.
Diketahui, kedua Perusahaan tersebut adalah :
1. CV.Adhid jomphy milik Pokja atas nama NS.Jabur perusahaan tersebut menang tender sebanyak 8 paket pekerjaan sebesar Rp. 4.557.900.000 dan melampaui sisa kemamuan paket (SKP) yang seharusnya kemampuan paket dalam satu tahun anggaran 2020 dan di tahun anggaran 202. CV. Adhid jompi telah menang tender sebanyak 3 paket diantarannya pembangunan pasar kasimpa jaya dengan anggaran RP. 3.4 M. pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Muna Barat tahun anggaran 2021.
2. CV. Ghaniyu Qotahu mandiri. Milik pokja atas nama Faqqih. Menang tender sebanyak 9 paket sebesar Rp. 7.987.300.000 dan melampaui sisa kemampuan paket (SKP).
Serta belanja jasa internet kantor dan unit kerja pengadaan barang dan jasa T.A. 2020 sebesar Rp. 600.000.000. Tetapi server tidak pernah aktif, hanya pokja CS yang dapat mengakses server dan melalui proses inprosedural dalam pelaksanaan tender memonopoli kegiatan tender / lelang T.A. 2020 dan 2021.
Ditambahkannya bahwa kasus tersebut tentu bersifat KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang ia duga ada tindakan jenis korupsi yang tentu menyeret kepala ULP dan beberapa dinas di kabupaten Muna Barat.
Padahal, ia menyebutkan bahwa Negara ini sangat jelas menerbitkan aturan seperti UU No. 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Serta ada UU No. Tahun 1999 dan Juga Perpres tentang pengadan Barang Dan Jasa.
FPH-SULTRA sendiri meminta agar kejaksaan tinggi Sulawesi Tenggara segera mungkin memanggil dan memeriksa pihak – pihak terkait serta meninjau kantor LPSE kabupaten Muna Barat untuk membuktikan kebenaran bahwa di kantor itu tidak terdapat server LPSE.
“Kami harap Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara agar segera memeriksa kelompok kerja ULP kabupaten Muna barat yang tidak pernah kelihatan berkantor di Setda Kabupaten Muna barat.
Sehingga ada dugaan kuat proses tender atau lelang serta pembuktian kualifikasi barang dan jasa tidak pernah di lakukan di kantor ULP kabupaten Muna barat.
Dan juga lembaga kebijakan pengadaan pemerintah (LKPP) selaku lembaga kontrol dapat memeriksa server LPSE Kab.Muna barat yang dianggap telah memonopoli kegiatan tender / lelang tersebut di kabupaten muna barat Provinsi sulawesi tenggara.(Tutup Akbar)