KeizalinNews ACEH TIMUR – Terkait pembangunan dua jembatan raksasa yang sedang dibangun di wilayah Kabupaten Aceh Timur, dengan besar anggaran Rp 76,3 M yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), diduga projects tersebut tidak taat pajak daerah. Kok bisa?
Hal tersebut disampaikan oleh Win Eng sapaan akrap Darwin yang juga salah satu Aktivis pemerhati Sosial proyek jembatan duplikasi yang dilaksanakan oleh PT.Brahmakerta Adiwira dibawah naungan tanggung jawab Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh-Ditjen Bina Marga, Kementerian PUPR, di Idi Rayeuk dan Peureulak, belum menyelesaikan tanggung jawabnya terhadap Daerah yaitu pajak material bukan logam atau galian c (Minerba).

Menurutnya kedua jembatan tersebut dimulai secara bersamaan sejak 6 Juli 2020 tahun lalu yang ditargetkan akan selesai pada Desember 2021 Tahun ini, bahkan saat ini pekerjaan pembangunan dua jembatan tersebut hampir rampung dikerjakan. Namun, hal yang sangat disayangkan pajak retribusi sampai saat ini belum masuk ke kas Daerah.
“Ini kan lucu, dan kenapa bisa seperti itu, hal tersebut patut dicurigai kemungkinan besar dimainkan oleh mafia proyek. Kok Daerah bisa kecolongan terhadap hal itu, ada apa ini?,” Ujar Win Eng kepada Awak Media Pada Hari Jum’at (19/11/2021).
Sambungnnya, dan yang perlu dipertanyakan? Mungkinkah sebuah Lembaga Pemerintah setingkat Balai Pelaksanaan Jalan Nasional l Banda Aceh-Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR tidak mengetahui adanya aturan daerah?, atau mereka pura pura tidak tahu?, karena pekerjaan dua jembatan duplikasi tersebut hampir selesai dikerjakan oleh PT.Brahmakerta Adiwira, namun pajak retribusi sampai saat ini belum masuk ke kas Daerah.
“Padahal kita tahu, bahwa dasar konstitusional kewajiban membayar pajak terdapat pada pasal 23 A UUD 1945. Dengan membayar pajak, warga negara telah memenuhi kewajibannya pada pasal 30 ayat (1) UUD 1945 yaitu kewajiban ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara, apalagi sebuah perusahaan konstruksi, inikan aneh,” Ujar Darwin.
Lebih lanjut, Darwin juga mengatakan bahwa berdasarkan ketentuan pasal 59 ayat(1) undang undang 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan Retribusi Daerah serta dijabarkan dalam Qanun nomor 10 tahun 2011 tentang pajak pajak Daerah yang disebutkan dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan, adalah nilai jual hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Aceh Timur dan dipertegaskan kembali dalam Qanun tersebut serta meninjaklanjuti dengan surat keputusan Gubernur Aceh nomor 540/1721/2019 tanggal 21 Oktober 2019.
“Tentang penetapan harga patokan penjualan mineral bukan logam dan batuan maka pemerintah Aceh Timur telah menetapkan peraturan Bupati Aceh Timur nomor 61 tahun 2020 tentang nilai jual kofisien perhitungan pengenaan pajak atas penambangan, pemanfaatan/penggunaan mineral mineral bukan logam dan batuan pekerjaan jasa kontruksi yang dibiayai oleh pemerintah. Jika memang aturan dan undang-undang tidak berlaku, untuk apa juga dibuat peraturan jika tidak diindahkan demikian,” Ungkap Darwin.
Sementara itu, dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) yaitu melalui Kabit Pendapatan Daerah Aceh Timur, Nazaruddin SE, mengatakan sudah menyurati pihak balai, namun sampai berita ini diyangkan belum ada balasan dari pihak balai tersebut.(Nazar)









