Inilah Alasan Mengapa Anak Cucu Negeri Latu Amat Mendendam dengan RMS

- Jurnalis

Selasa, 28 September 2021 - 15:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

SBB,MALUKU,KEIZALINNEWS.Com,- 29 SEPTEMBER 1950 adalah duka kami. Setiap tanggal 29 September kami berduka. Duka dari generasi ke generasi. Duka yang dicibir oleh oleh orang Maluku sendiri ketika kami menceritakannya. KENAPA?

Tercatat sekitar 760 sekian warga Negeri Latu di habisi secara sadis di tangan RMS. Negeri kami rata dengan tanah. Hampir separuh warga Latu di bantai dengan berondongan senjata dan Bayonet.

Walaupun demikian, menurut orang tua-tua kami, jumlah itu tidak segitu. Diperkirakan mencapai 1000 nyawa lebih yang ikut tewas di hutan saat melarikan diri.

Sesaat setelah cahaya matahari menyemburat di upuk timur tanggal 29 September 1950, pagi yang syahdu itu berubah menjadi kekacauan yang luar biasa. Bunyi senapan mesin memecah keheningan pagi itu. Seketika warga berhamburan dari dalam rumah. Anak, istri dan orang tua tercerai berai.

Warga berhamburan di jalanan di sambut dengan timah panas yang dipaksa keluar dari laras senapan. Warga jatuh bersimbah darah. Desingan peluru mengiringi teriakan histeris dari anak-anak dan wanita disertai dengan ambruknya tubuh warga tak bernyawa.

Malang nian nasib orang tua-tua kami itu. Masjid ternyata bukan tempat bersembunyi yang tepat. Malah menjadi sasaran empuk. Pagar masjid yang tinggi tak kuasa menahan hujan peluru.

Di depan masjid para lelaki yang lolos dari hujanan peluru di suruh menggali Liang lahat dan berjejer sepuluh-sepuluh membelakangi Liang lahat yang mereka gali sendiri. Dooor…Dooor…mereka jatuh ke lubang merenggang nyawa.

Tak pandang bulu, lelaki, perempuan, anak-anak dan orang tua jompo tak luput dari muntahan timah panas dari ujung laras senapan. Bahkan saat amunisi habis di magazen, bayonet menjadi alternatif menusuk hingga darah mengalir dari laras senapan hingga ke tangan mereka.

Mayat-mayat bergelimpangan. Darah tumpah dimana-mana. Langit pagi itu berubah menjadi merah saga. Bayi-bayi menetek di susu ibunya bercampur darah. Orang tua lansia yang tak kuasa lari, terpaksa di tinggalkan, Bayi-bayi yang terbawa ke Hutan disekap mulutnya saat menangis agar tidak terdengar oleh tentara Beret, Air mata dan darah mengalir membasahi wajah dan tanah air.

Baca Juga :  Babinsa Bersama Pemuda Kompak Bantu Warga Dirikan Tenda Hajatan

Sebagian warga melarikan diri masuk ke hutan memanfaatkan salah kode tentara Beret, RMS. Salah kode antara Nusi dan Luhulima yang mengepung dari sisi Timur dan Barat.

Di hutan lebih memilukan lagi. Kelaparan melanda. Ada yang meninggal di atas batu, goa, semak belukar, pohon-pohon hingga terapung di sungai tanpa nyawa. Sebagian kecil disandera dan dipaksa memasak untuk tentara Beret. Kalau tidak mau, sebutir timah panas langsung menghantam dada.

Warga akhirnya eksodus tanpa arah. Dalam pikiran mereka hanyalah menyelamatkan diri. Sebagian melarikan diri hingga ke Tanah Goyang, Huamual. Sebagian lagi mencari perlindungan di Negeri Kaibobo. Negeri ini juga akhirnya di bakar akibat melindungi warga Latu. Warga Kaibobo akhirnya juga mengungsi di desa Ariate sekarang. Sebagian lagi melarikan diri ke hutan dan ke arah Masohi hingga ke Negeri Haya.

Kumpulan kuburan sebagian kecil warga Negeri Latu ditandai dan dipagari tanaman Gadihu, di Oti, Watui, menjadi saksi bisu kebiadaban RMS kepada kami.

Mungkin saudara pernah membaca di literasi bahwa pembantaian yang tertulis dalam sejarah terjadi salah satunya adalah di Sulawesi. Peristiwa Westerling. Tapi itu bukan sekampung. Orang-orang yang dibantai tersebut diambil dari kabupaten-kabupaten di Sulawesi. Skala pembantaian lebih besar RMS terhadap warga Negeri Latu dibandingkan Westerling.

Genosida di Banda oleh Jenderal J.P. Coen juga tidak sebanding dengan pembantaian RMS di Negeri Kami. Hanya 40 orang kaya di bantai di Banda yang dimasukan ke Perigi Rante. Di Latu, kuburan orang tua-tua Kami, bahkan tidak pernah kami lihat sama sekali.

Duka dan trauma kami hingga saat ini belum di rehabilitasi. Duka dan trauma yang tidak mudah hilang hanya dengan trauma healing seperti di kamp pengungsian akibat gempa.

Negara cuek. Aktivis RMS unjuk gigi menjadi hal biasa bahkan di advokasi ketika Negara mengambil langkah represif kepada mereka. Hubungan Gandong Latu dan Aboru terpaksa menjadi renggang akibat peristiwa berdarah di tahun 1950 tersebut.

DIMANA NEGARA…
DIMANA SAUDARA KAMI DI MALUKU…
MASIH KUATKAH IDEOLOGI Devide Et EMPERA?
Sepertinya begitu….

Baca Juga :  Begini Respons Polda Aceh soal Pelemparan Bus di Indrapuri

Bagi kami Warga Negeri Latu nama sosok ABDULLATIF LATUCONSINA terpatri kuat di ingatan para pejuang 45 dalam kepikunannya hingga ke Generasi Milenial Negeri Latu.

Bersama 4 temannya, di tahun 1946, diam-diam menyebrang ke Pulau Seram. Sembunyi dari bekas KNIL, yang lalu lalang. Mereka berlima memilih berlabuh di Negeri Latu dan mengabarkan bahwa Negara Republik Indonesia telah diproklamirkan.

Kedatangan beliau dengan teman-temannya di Desa Latu ini menjadi triger Pengibaran Merah Putih untuk pertama kalinya di Maluku, bulan Desember 1946.

Hingga sekarang Beta terus bertanya-tanya sendiri, Apa salah Negeri Kami dihabisi oleh RMS? Apa salah Orang Tua-Tua kami dibantai begitu sadis? Apa yang ditakuti RMS hingga Negeri Kami diratakan dengan tanah?

Apakah karena pada 15 Mei 1817, buyut Kami Ana Manawa KAKEHAN, Kapitan PATTIMURA menyerang benteng Duurstede, di Saparua? Ataukah mereka tidak suka Merah Putih di kibarkan tahun 1946 di Negeri Kami? Entahlah…
Hingga kini pun dua peristiwa sejarah penting ini bahkan dianggap angin lalu di Maluku.

Tapi satu hal yang ingin Beta katakan juga basudara di Maluku, tinggalkan yang namanya RMS sebagai media untuk berjuang hak kita di NKRI ini.

Luka ini terlalu dalam. Darah yang mengalir ini terlalu merah hingga menembus KAIN BERANG MERAH Ksatria KAKEHAN.

Negeri kami adalah tumbal pertama kemerdekaan Indonesia, jauh sebelum para Jenderal di masukan ke lubang buaya di peristiwa G/30/S.

Jangan nodai perjuangan mulia dengan organisasi yang ternoda dengan lumuran darah saudaranya sendiri. Semangat yang suci dan murni Abdullah Latuconsina harus ada di dada bukan semangat dari lainnya.

Ingat! RMS bukan simbol perjuangan kolektif Masyarakat Maluku!

Tinggalkan semangat RMS dalam berjuang karena penuh dengan lumuran darah saudara mereka di tangan mereka sendiri hingga tidak ada lagi teriakan MENA MURIA.

Tapi teriakan HITI NUNU SAKU, HALA NUNU SAKU…MESSEEE…serentak dan kompak dari Maluku.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

 

Oleh . H Elly

Berita Terkait

Polisi Amankan Pesta Demokrasi, Pemilihan Reje Pantan Musara Berlangsung Kondusif
Dandim 0106/Aceh Tengah Sambut Kunjungan Tim Wasev dari Mabes TNI AD
Dandim 0106/Aceh Tengah Sambut Tim Wasev Mabes TNI
Dinilai Cederai Komitmen Pemerintahan Prabowo, KAMI Sultra Tuntut Pencopotan Dasco dari DPR RI
Perkuat Ketahanan Pangan, Babinsa Komsos Ajak Masyarakat Tanam Padi Gogo Di Lahan Kering
Pastikan Stok Dan Harga Stabil, Babinsa Sambangi Kios-kios Pedagang Sembako
Koramil 03/TG Patroli Wilayah Secara Bergantian, Ciptakan Situasi Aman Dan Kondusif
Satgas TMMD ke 126 Kodim 0119/BM,Hadir Menjadi Harapan Warga, Untuk Membuka Akses Pertanian Masyarakat
Berita ini 4 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 18:35 WIB

Polisi Amankan Pesta Demokrasi, Pemilihan Reje Pantan Musara Berlangsung Kondusif

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 14:10 WIB

Dandim 0106/Aceh Tengah Sambut Tim Wasev Mabes TNI

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 12:06 WIB

Dinilai Cederai Komitmen Pemerintahan Prabowo, KAMI Sultra Tuntut Pencopotan Dasco dari DPR RI

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 12:02 WIB

Perkuat Ketahanan Pangan, Babinsa Komsos Ajak Masyarakat Tanam Padi Gogo Di Lahan Kering

Sabtu, 18 Oktober 2025 - 11:47 WIB

Pastikan Stok Dan Harga Stabil, Babinsa Sambangi Kios-kios Pedagang Sembako

Berita Terbaru

Berita TNI Dan Polri

PERKUAT SINERGITAS, DANKODAERAL III TERIMA KUNJUNGAN NUSANTARA TV

Sabtu, 18 Okt 2025 - 23:10 WIB