KeizalinNews.com – Kabupaten Konawe, Pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Konawe kembali menjadi sorotan publik. Seorang advokat senior, Adv. Aspin, S.H., M.H., memilih keluar dari rumah sakit dalam keadaan sakit karena merasa diperlakukan secara diskriminatif dan tidak manusiawi oleh pihak rumah sakit, pada Sabtu (14/06/25).
Aspin masuk ke ruang Unit Gawat Darurat (UGD) RSUD Konawe sejak pagi hari. Namun hingga malam, tepatnya pukul 23.00 WITA, ia belum juga mendapatkan ruang perawatan, meskipun telah lima kali diminta menyerahkan KTP untuk keperluan administrasi.
“Saya datang untuk berobat, bukan ikut lomba fotokopi KTP. Ini rumah sakit, bukan kantor catatan sipil. Saya sudah sakit, masih juga dipermainkan administrasi,” ucap Aspin dengan nada kecewa.
Ironisnya, menurut Aspin, pasien lain yang datang belakangan justru lebih dulu mendapatkan kamar. Padahal, dirinya datang sebagai pasien umum berbayar, bukan pengguna layanan BPJS.
“Saya bukan minta gratis. Saya minta dilayani sebagai pasien umum, tapi justru diperlakukan seperti tidak penting. Ini diskriminasi,” tegasnya.
Pihak rumah sakit, melalui Humas RSUD dr. Abdi, membenarkan bahwa Aspin memang meninggalkan RS karena tidak mendapatkan kamar sesuai permintaannya.
“Benar, pasien atas nama Bapak Aspin masuk UGD. Tapi kamar VIP yang diinginkan memang penuh sejak pagi. Kami sudah tawarkan ruang kelas 1 Interna, tapi beliau menolak,” terang dr. Abdi saat dikonfirmasi melalui telepon.
Namun, pernyataan ini justru memperkuat dugaan publik bahwa pelayanan di RSUD tidak didasarkan pada urgensi medis, melainkan lebih pada ketersediaan kamar eksklusif yang tidak semua pasien mampu jangkau.
Advokat Aspin menegaskan, tindakan RSUD tersebut tidak hanya melukai martabat pasien, tetapi juga berpotensi melanggar hukum. Ia mengutip Pasal 5 dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pelayanan kesehatan yang adil, merata, dan bermutu.
“RSUD adalah institusi publik, dibiayai APBD, bukan hotel bintang lima. Tidak boleh membeda-bedakan pasien berdasarkan jenis pembayaran,” tegas Aspin.
Pihak keluarga juga menyampaikan kekecewaannya. Mereka mengaku dipingpong oleh pihak rumah sakit hanya untuk memenuhi administrasi, sementara kondisi pasien tidak ditangani dengan layak.
“Kami diminta KTP sampai lima kali, tapi ruang rawat tidak ada. Kalau begitu, mending kami rawat sendiri di rumah. Nyawa bukan permainan,” ujar salah satu kerabat Aspin.
Peristiwa ini menambah daftar panjang keluhan terhadap layanan di RSUD Konawe. Banyak kalangan menilai, pola pelayanan rumah sakit saat ini mengarah pada komersialisasi fasilitas publik, yang jelas bertentangan dengan prinsip nondiskriminatif dan keadilan sosial.
Pengamat pelayanan publik mendorong Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe segera membentuk tim independen untuk mengaudit sistem dan kultur pelayanan di RSUD Konawe.
Jika terbukti terdapat unsur diskriminasi, maka Direksi RSUD dan jajaran manajemen wajib dimintai pertanggungjawaban secara administratif dan etik.
“Kalau seorang advokat saja bisa diperlakukan seperti ini, apa kabar rakyat kecil di pelosok Konawe?” tutup Aspin dengan nada getir.
📝 CATATAN REDAKSI
Hak atas kesehatan adalah hak asasi manusia. Pelayanan kesehatan tidak boleh menjadi barang mewah yang hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu. Rumah sakit milik pemerintah wajib menjunjung tinggi keadilan, kesetaraan, dan empati dalam setiap aspek pelayanannya. Kami menunggu tanggapan resmi dari Pemerintah Daerah Konawe dan Dinas Kesehatan atas kejadian ini.
Editor: NURWINDU.NH
Penulis : Tim
Editor : NURWINDU.NH








